Posted by: Arief Hilman Arda | March 6, 2010

Zakat dan Organisasi Pengelola Zakat

ZAKAT DAN

ORGANISASI PENGELOLA ZAKAT

Dian Silvia Arda Sari

Sarjana Sosiologi dari Fakultas Ilmu Politik dan Ilmu Sosial Universitas Indonesia

I. 1 Latar Belakang Masalah

Kemiskinan pada hakekatnya merupakan persoalan klasik yang telah ada sejak umat manusia ada. Kemiskinan merupakan persoalan kompleks, dan tampaknya akan terus menjadi persoalan aktual dari masa ke masa. Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang selalu dihadapi oleh manusia. Masalah kemiskinan itu sama tuanya dengan usia kemanusiaan itu sendiri dan implikasi permasalahannya dapat melibatkan keseluruhan aspek kehidupan manusia[1].

Kemiskinan adalah realita sosial yang ditemui pada mayoritas penduduk Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2004, jumlah penduduk Indonesia yang masuk dalam kategori miskin tercatat sebanyak 36,17 juta jiwa (16,7 persen). Kriteria miskin tersebut berdasarkan konsumsi masyarakat di bawah Rp 123.000 per bulan[2]. Sedangkan berdasarkan kriteria Bank Dunia angka kemiskinan di Indonesia mencapai 113 juta orang. Indikator kemiskinan  ini didasarkan pada  pendapatan perkapita. Batas garis kemiskinan menurut Bank Dunia dibatasi dengan pendapatan perkapita 800 $/US. Sementara itu, pendapatan perkapita Indonesia berada di bawah batas kemiskinan standar bank dunia, yaitu sebesar 760 $/US[3].

Sebenarnya kemiskinan akan dapat diminimalisir apabila ada distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata. Persoalan yang nampak saat ini adalah sangat jelas terlihat adanya kesenjangan , baik kesenjangan sosial maupun  ekonomi antara orang kaya dan miskin.

Menurut Dr Yusuf Qardlawi, salah seorang ulama dan penulis yang sangat produktif[4], salah satu upaya mendasar dan fundamental untuk mengentaskan atau memperkecil masalah kemiskinan adalah dengan cara mengoptimalkan pelaksanaan zakat.. Hal itu dikarenakan zakat adalah sumber dana yang tidak akan pernah kering dan habis. Dengan kata lain selama umat Islam memiliki kesadaran untuk berzakat dan selama dana zakat tersebut mampu dikelola dengan baik, maka dana zakat akan selalu ada serta bermanfaat untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan survei PIRAC (Public Interest Research and Advocacy Center) tahun 2004, ternyata sebesar 49,8 % responden mengatakan dirinya sebagai wajib zakat. Artinya potensi dana zakat di Indonesia adalah hampir separuh dari umat Islam yang ada[5]. Secara nasional, zakat memiliki potensi yang sangat besar. Menurut sebuah studi, potensinya mencapai angka Rp 6-7 triliun setiap tahun. Dalam studi lain, PIRAC (Public Interest Research and Advocacy Center) menemukan potensi zakat mencapai Rp 4,3 triliun. Namun dalam riset terbaru yang dilakukan oleh Pusat Budaya dan Bahasa UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, potensi tersebut mencapai angka Rp 19,3 triliun[6]. Tentu saja, data-data tersebut memberikan gambaran bahwa zakat jika dikelola dengan baik bisa menjadi sumber kekuatan dalam memberdayakan kondisi perekonomian negara dan masyarakat.

Dalam pemberdayaannya, zakat tidak hanya dapat dimanfaatkan untuk hal-hal yang bersifat konsumtif, tetapi juga untuk sesuatu yang bersifat produktif. Dengan pemanfaatan zakat untuk kegiatan yang produktif akan memberikan income (pemasukan) bagi para penerima zakat dalam kelangsungan hidupnya. Para penerima zakat akan terbantu untuk mendapatkan lapangan pekerjaan yang akan meningkatkan kesejahteraan bagi dirinya dan keluarganya yang selanjutnya berdampak bagi kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, apabila zakat dikelola dengan baik, maka zakat akan dapat dipergunakan sebagai sumber dana yang potensial yang berasal dari masyarakat sendiri dan dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Pengelolaan zakat ini akan optimal apabila dapat dilakukan secara bersama-sama antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga pengelola zakat.

Dalam lima belas tahun terakhir ini, perkembangan pengelolaan zakat di Indonesia sangat menggembirakan. Jika sebelum tahun 1990-an pengelolaan zakat masih bersifat terbatas, tradisional, dan individual, namun kemudian, pengelolaan zakat memasuki era baru. Unsur-unsur profesionalisme dan manajemen modern mulai dicoba diterapkan. Salah satu indikatornya adalah bermunculannya badan-badan dan lembaga-lembaga amil zakat baru yang menggunakan pendekatan-pendekatan baru yang berbeda dengan sebelumnya.

Pada akhir dekade 90-an, tepatnya pada tahun 1999, pengelolaan zakat mulai memasuki level negara, setelah sebelumnya hanya berkutat pada tataran masyarakat. Hal tersebut ditandai dengan disahkannya Undang-undang (UU) No 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat. UU inilah yang menjadi landasan legal formal pelaksanaan zakat di Indonesia.

Dalam upaya pengumpulan zakat, pemerintah telah mengukuhkan Badan Amil Zakat (BAZ), yaitu, lembaga pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah, yang personalia pengurusnya terdiri atas ulama, cendekiawan, profesional, tokoh masyarakat, dan unsur pemerintah, dan Lembaga Amil Zakat (LAZ), yaitu, lembaga pengelola zakat yang dibentuk oleh masyarakat, yang pengukuhannya dilakukan oleh pemerintah bila telah memenuhi persyaratan tertentu. Lembaga-lembaga ini ditugaskan sebagai lembaga yang mengelola, mengumpulkan, penyaluran, dan memberdayakan para penerima zakat dari dana zakat. Peran pemerintah tidak mungkin dapat diandalkan sepenuhnya dalam mewujudkan kesejahteraan, karena itulah diperlukan peran dari lembaga-lembaga tersebut. Khusus di Jakarta, pada tahun 2001 sudah ada tujuh Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) yang sudah dikukuhkan oleh pemerintah yaitu; Dompet Dhuafa Republika, Yayasan Amanah Tafakul, Rumah Zakat Indonesia, Pos Keadilan Peduli Ummah, Lazis Muhammadiyah, Baitulmaal Muamalat, Hidayatullah, Persatuan Islam, dan Bamuis BNI. Disamping LAZ tersebut, pemerintah juga membentuk suatu OPZ pemerintah di Jakarta, yaitu, Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)[7]. Sehingga diharapkan bisa terbangun sebuah sistem zakat nasional yang baku, yang bisa diaplikasikan oleh semua pengelola zakat.

Baitulmaal Muamalat merupakan salah satu organisasi pengelola zakat yang melakukan penggalangan dana zakat secara professional dan inovatif. Baitumaal Muamalat (BMM)  merupakan salah satu lembaga  pemberdayaan dan lembaga amil zakat nasional yang menyelenggarakan  berbagai macam program bantuan untuk masyarakat. Baitulmaal Muamalat adalah lembaga pemberdayaan dan amil zakat nasional yang lahir dari sebuah institusi yang telah cukup dikenal di masyarakat yaitu Bank Muamalat. Baitulmaal Muamalat merupakan lembaga nirlaba yang bertujuan  mengangkat harkat sosial kemanusiaan kaum miskin melalui dana ZISWAF (donasi dari masyarakat yang terdiri dari zakat, infak, sedekah, wakaf dan dana lainnya dari perseorangan, kelompok maupun lembaga yang halal dan legal). Bentuk program kegiatan dari Baitulmaal Muamalat antara lain, beasiswa prestasi, kesehatan masyarakat pra sejahtera, program kemanusiaan, komunitas pengembangan masyarakat, kegiatan pengembangan  ekonomi masyarakat.

Sampai saat ini, sejak berdirinya BMM tahun 2001, selalu terjadi kenaikan yang cukup signifikan setiap tahunnya dalam penghimpunan dana ZISWAF yang cukup berarti bagi perkembangan. Bukti ini bisa dilihat dari kinerja BMM semester pertama 2006. hingga juli tahun ini, total penghimpunan BMM telah mencapai Rp. 8,2 miliar. Jumlah ini diperoleh dari aktifitas penghimpunan dana zakat, infaq, program kemanusiaan, dan waqaf masyarakat. Delapan puluh persen dari perolehan tersebut berasal dari dana zakat. Jika dibandingkan perolehan semester 1 tahun 2005, penghimpunan dana BMM mengalami kenaikan sampai 100 persen. Karena pada juni 2005 total dana terhimpun hanya Rp. 4 miliar. Tabel I. 1 memberikan penjelasan dan data yang menggambarkan perolehan penghimpunan BMM dari tahun 2000-2005.

I. 2 Permasalahan

Pengelolaan zakat di Indonesia hingga kini belum memberikan hasil yang optimal. Pengumpulan maupun pemberdayaan dana zakat masih belum mampu memberikan pengaruh terlalu besar bagi terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Padahal, pengelolaan zakat telah ditopang oleh sebuah perangkat hukum yaitu UU No 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.

Banyak kendala dan hambatan yang dialami oleh Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) untuk menggalang dana zakat dari masyarakat. selain faktor internal lembaga, beberapa penelitian juga menunjukkan adanya faktor eksternal yang mempengaruhi kecilnya kepercayaan masyarakat terhadap OPZ. Hambatan-hambatan tersebut antara lain[8]: (1) terbatasnya pengetahuan masyarakat yang berkaitan dengan ibadah zakat; (2) konsepsi zakat yang masih dirasa terlalu sederhana dan tradisional. Hingga akhirnya dalam pelaksanaannya pun masih sangat sederhana, yaitu cukup dibagikan langsung sendiri kepada lingkungannya atau kepada kyai yang disenangi; (3) sifat manusia yang kikir. Sehingga jika kekayaan itu diperoleh atas jerih payah dalam memeras otak, keringat dan kemampuannya sendiri, sehingga makin beratlah orang tersebut untuk mengeluarkan zakatnya; (4) pembenturan kepentingan; (6) kepercayaan muzaki, dimana banyak muzaki yang masih khawatir zakat yang diserahkannya hanya dipergunakan oleh amilnya.

Tabel I . 1

Laporan Penghimpunan dana ZISWAF Baitulmaal Muamalat 2001-2005

No Penghimpunan

Dana

2001

(Rp)

2002

(Rp)

2003

(Rp)

2004

(Rp)

2005

(Rp)

1 Zakat 1.014.134.522,89 2.806.762.252,61 4.187.286.825,16 5.425.049.289,17 8.958.890.715
2 Infaq 168.237.424,01 125.789.735,70 410.928.621,81 706.569.675,38 830.141.612
3 Bantuan Kemanusiaan 79.372.320,49 128.494.500,64 92.559.059,85 802.450.610,56 652.728.575
4 Wakaf Tunai 0 15.107.538,81 13.107.538,81 19.240.633,77 120.601.351
Jumlah 1.261.744.267,39 3.076.829.550,12 4.703.662.045,63 6.953.310.208,88 10.562.362.253

Dari hasil survey PIRAC (Public Interest Research and Advocacy Center) tahun 2000, sebagian besar para wajib zakat (donatur/muzakki) masih lebih suka menyalurkan zakatnya melalui petugas zakat/amil zakat di sekitar rumah atau langsung ke penerima (94%), hanya sedikit para wajib zakat (muzaki) yang menyalurkan zakatnya melalui lembaga resmi, seperti BAZIS atau LAZ (6%)[9].

Sumber : Kurniawati, Kedermawanan Kaum Muslimin, (PIRAMEDIA, 2004), hal. 28

Dalam bahan lain juga dijelaskan tentang kendala dan hambatan yang sering ditemukan dalam pengelolaan zakat antara lain karena[10]; pertama, secara umum pemahaman umat Islam tentang zakat masih sangat minim dibanding pemahaman mereka tentang shalat, puasa, dan kewajiban syariat lainnya. Kedua, Konsep fikih zakat yang dipahami masyarakat dan dipelajari masyarakat tidak lagi sesuai dengan kondisi sosio-kultural dan perekonomian bangsa. Misalnya saja tentang zakat perusahaan dan zakat profesi, sehingga banyak sumber dana yang belum tergali. Ketiga, Perbenturan kepentingan antarorganisasi pengelola zakat yang menimbulkan kekhawatiran terjadinya persaingan secara tidak sehat, perasaan akan lahannya terganggu dan lain sebagainya. Akibatnya, organisasi-organisasi itu terkesan berjalan sendiri-sendiri. Keempat, kurangnya kepercayaan masyarakat kepada lembaga pengelola zakat karena dipandang belum amanah. Akhirnya sebagian masyarakat masih menggunakan pola tradisional, yakni memberikan zakat langsung kepada ulama dan tokoh masyarakat lainnya untuk kemudian didistribusikan kepada umat. Kelima, belum adanya dukungan politik secara penuh dari pemerintah. Dukungan pemerintah terhadap lembaga pengelola zakat selama ini dinilai masih setengah-setengah. Padahal tanpa dukungan tersebut, zakat tidak akan pernah menjadi gejala objektif masyarakat yang bersifat nasional. Oleh sebab itu Organisasi Pengelola Zakat harus berusaha sendiri untuk menarik masyarakat agar menyalurkan zakat mereka melalui lembaga resmi. Dan keenam, masih adanya kelemahan dalam aspek SDM pengelola zakat.

Hal lain yang menjadi penghambat dalam realisasi potensi zakat tersebut adalah budaya zakat, infaq, sadaqah, dan waqaf belum sepenuhnya menjadi trend atau kecenderungan kebanyakan masyarakat, terutama di kota-kota besar yang sudah terjangkiti penyakit konsumerisme. Di samping itu masyarakat juga belum sepenuhnya memahami akan manfaat zakat, termasuk masalah fiqih zakat.

Pada tataran kultural, pola berpikir dalam mengelola dana zakat masih dipengaruhi oleh tradisi lama, sehingga pemanfaatan dana zakat tersebut masih ditujukan untuk santunan dan mengatasi keadaan darurat semata. Sejauh ini pengelolaan zakat yang dilaksanakan oleh masyarakat hanya bertujuan sebatas memenuhi kebutuhan mendasar dan sesaat (konsumtif). Jadi masih banyak masyarakat yang menyalurkan dana zakat mereka dengan cara lama/tradisional atau melalui penyalur yang kurang professional dalam mengelola dana zakat tersebut.

Dan penulis melihat bahwa Baitulmaal Muamalat juga menghadapi kendala-kendala yang disebutkan diatas. Jika ditelusuri, penulis berpendapat bahwa sebagai salah satu lembaga amil zakat yang telah sukses serta dikenal masyarakat luas dengan reputasi yang cukup baik, Baitulmaal Muamalat dapat menghadapi kendala-kendala tersebut. Namun kenyataannya BMM juga mengalami hambatan dalam upaya mengoptimalkan penghimpunan dana zakat serta meningkatkan kesadaran para wajib zakat untuk menunaikan kewajiban mereka dalam berzakat. Semua hambatan dan kendala tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi BMM dalam melaksanakan tugasnya dalam mengoptimalkan penghimpunan dana zakat.

I. 5 Kerangka Pemikiran

1. 5. 1 Organisasi

Sebelum mengkaji lebih dalam mengenai strategi sebuah organisasi, perlu untuk memahami apa itu organisasi. Sejak dulu orang telah mengenal adanya organisasi. Mereka hidup berkelompok, mengatur kehidupan kelompoknya, budaya maupun ritualnya dalam rangka mempertahankan keberadaan kelompoknya dan perkembangannya. Terlebih dalam zaman modern ini orang menganggap organisasi menjadi penting. Berbeda dengan keadaan masyarakat dimasa lampau, masyarakat modern dewasa ini lebih mengutamakan rasionalitas, efektifitas, dan efesiensi sebagai nilai-nilai moral yang tinggi. Peradaban modern pada hakekatnya sangat bergantung pada organisasi-organisasi sebagai bentuk pengelompokan sosial yang paling rasional dan efesien. Dengan cara mengkoordinasikan sejumlah besar tindakan manusia, organisasi mampu menciptakan suatu alat sosial yang ampuh dan dapat diandalkan. Organisasi tersebut menggabungkan sumber daya tenaga manusia yang dimilikinya dengan sumber daya lainnya. Organisasi juga secara terus menerus mengkaji sejauh mana ia telah berfungsi serta selalu berusaha menyesuaikan diri sebagaimana yang diharapkan agar dapat mencapai tujuan. Kemudian semua ini akan menyebabkan organisasi dapat melayani serta memenuhi kebutuhan masyarakat secara lebih efesien.[11]

Hal ini disebabkan karena sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa lepas dari apa yang dinamakan interaksi. Adanya kebutuhan untuk menukarkan pendapat, rasa saling berbagi ataupun membutuhkan pertolongan, membuat kita harus saling bekerjasama dengan orang lain. Semakin kompleksnya pola relasi pada masyarakat membuat perilaku organisasi masyarakat cenderung meningkat. Dapat dikatakan bahwa selagi manusia itu ada maka organisasi akan terus ada, dan berkembang sesuai dengan perkembangan zamannya.

Untuk memahami bagaimana perkembangan sebuah organisasi, maka perlu untuk mengetahui defenisi dari organisasi itu sendiri. organisasi memiliki beberapa terminologi, Chester Barnard mendefenisikan organisasi sebagai sebuah sistem yang memaksakan koordinasi kerja antara dua orang atau lebih. Sedangkan defenisi organisasi menurut Victor A Thompson (1969) sebuah organisasi adalah integrasi impersonal dan sangat rasional atas sejumlah spesialis yang bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah disepakati. E. Wright Bakke mengatakan suatu organisasi adalah suatu sistem yang berkelanjutan atas kegiatan manusia yang bermacam-macam dan terkoordinasi berupa pemanfaatan, perubahan, dan penyatuan segenap sumber-sumber manusia, materi, modal, gagasan, dan sumber alam untuk memenuhi suatu kebutuhan manusia tertentu dalam interaksinya dengan sistem-sistem kegiatan manusia dan sumber-sumbernya yang lain, dalam suatu lingkungan tertentu[12].

Etzioni (1964) mendefenisikan organisasi sebagai unit social yang dengan sengaja dibangun untuk mencapai tujuan tertentu, “organizations are social units (or human grouping) deliberately constructed and reconstructed to seek specific goals.”[13]

Defenisi lain dari Stephen P. Robbins adalah bahwa organisasi merupakan kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan[14].

Untuk menyederhanakan defenisi dari organisasi itu sendiri, terdapat beberapa kataristik organisasi. Organisasi[15] : (1) mempunyai tujuan tertentu dan merupakan kumpulan berbagai manusia; (2) mempunyai hubungan sekunder (impersonal); (3) mempunyai tujuan yang khusus dan terbatas; (4) mempunyai kegiatan kerjasama pendukung; (5) terintegrasi dalam sistem sosial yang lebih luas; (6) menghasilkan barang dan jasa untuk lingkungannya; dan (7) sangat terpengaruh atas setiap perubahan lingkungan.

Model organisasi dipengaruhi pola oleh tujuan organisasi itu dibentuk. Ada organisasi yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan dan adapula organisasi yang sifatnya sosial. Pesatnya perkembangan organisasi sosial dewasa ini yang pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan manusia, telah menarik perhatian banyak ahli ilmu sosial untuk memberikan batasan dan pengertian sosial tentang apa sebenarnya hakekat organisasi tersebut. Organisasi yang sifatnya sosial ini juga memiliki karakteristik tersendiri yang membedakannya dengan organisasi lain, yaitu; (1) tidak komersial; (2) merupakan organisasi formal; (3) dibutuhkan oleh masyarakat; (4) bukan usaha pribadi; (5) berorientasi pada kesejahteraan manusia.

Berdasarkan karakteristik organisasi sosial yang disebutkan diatas, Baitulmaal Muamalat dapat dikategorikan sebagai organisasi sosial, karena Baitulmaal Muamalat sebagai Organisasi pengelola zakat tidak bertujuan untuk tujuan komersil, namun tujuan lebih bersifat sosial. Baitulmaal Muamalat sebagai organisasi formal dibutuhkan keberadaannya oleh masyarakat, selain sebagai wadah untuk menyalurkan zakat, BMM juga melakukan tugas pengelolaan dana zakat tersebut secara profesional untuk kesejahteraan masyarakat banyak terutama masyarakat yang membutuhkan.

1. 5. 2 Strategi

Seperti halnya sebuah perusahaan, Organisasi Pengelola Zakat pun mesti memiliki strategi dalam merebut perhatian dari pasar donatur , dalam hal ini OPZ telah memiliki pasar tersendiri yaitu, para wajib zakat, dan mempertahankan loyalitas mereka. Lebih dari itu OPZ juga bertanggung jawab untuk menumbuhkan kesadaran para wajib zakat agar membayarkan zakat mereka. Hal ini dipandang sangat penting untuk kontinuitas dan upaya pemberdayaan masyarakat yang mereka lakukan. Untuk itu perlu bagi OPZ membangun sebuah sebuah strategi untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut dengan baik.

Kepiawaian suatu organisasi dalam menarik masyarakat untuk menyalurkan zakatnya dan memelihara para penyalur zakat tersebut, kelak membuat organisasi tersebut tetap dapat bernapas. Selain juga mampu melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat melalui dana zakat yang berhasil mereka kumpulkan. Bagi sebuah OPZ tentu akan mati dengan sendirinya jika tak mampu menarik dan mempertahankan donatur yang ada.

Penyusunan tujuan dan perencanaan strategi bertambah penting artinya untuk keberhasilan dan kelangsungan hidup organisasi karena adanya serangkaian perubahan dalam lingkungan tempat organisasi harus bekerja (Weber,1975)[16] : (1) meningkatnya tenggang waktu (lead time) yang dibutuhkan antara permulaan spesifikasi tujuan dengan tercapainya tujuan itu karena berbagai macam alasan, mengakibatkan meningkatnya kesempatan terjadinya perubahan tujuan; (2) karena organisasi telah bertambah luas, masalah koordinasi berbagai bagian dan sumber daya untuk usaha yang diarahkan ke tujuan juga jadi meningkat; (3) meningkatnya kerumitan teknologi membutuhkan investasi waktu dan uang yang lebih besar dan hampir tidak ada jaminan akan memberi  hasil. Jadi, sumber daya harus diinvestasikan lebih hati-hati; (4) meningkatnya spesialisasi pekerjaan dan tenaga manusia seringkali mengurangi keluwesan organisasi menukar prioritasnya sesuai keinginan; (5) ketidakpastian lingkungan telah meningkat dalam berbagai bidang (misalnya; pasar, hukum, ekonomi), dan telah menguragi keyakinan manajer pada keputusan yang dibuat serta lebih membutuhkan banyak organisasi untuk dasar pengambilan keputusan.

Untuk membicarakan strategi yang akan dijalankan, sebelumnya perlu defenisi dari strategi itu sendiri. Robbins mendefenisikan strategi sebagai penentuan dari tujuan dasar jangka panjang dan sasaran sebuah organisasi, dan penerimaan dari serangkaian tindakan serta alokasi dari sumber-sumber yang dibutuhkan untuk melaksanakan tujuan tersebut[17]. Sedangkan menurut Kenneth R.Andrews, strategi adalah pola keputusan dalam organisasi yang menentukan dan mengungkapkan sasaran, maksud, atau tujuan yang menghasilkan kebijaksanaan utama dan merencanakan untuk mencapai tujuan organisasi.

Menurut Robbins[18], terdapat dua perspektif dalam melihat strategi sebuah organisasi, yaitu, suatu pandangan yang disebut planning mode (model perencanaan). Pandangan ini menjelaskan strategi sebagai sebuah model perencanaan atau kumpulan pedoman eksplisit yang dikembangkan sebelumnya. Organisasi mengidentifikasikan arah tujuan, kemudian organisasi mengembangkan rencana yang sistematis dan terstruktur untuk mencapai tujuan tersebut. Setiap organisasi nirlaba cenderung mencanangkan sasaran tahunan untuk sumbangan karena memungkinkan organisasi tersebut untuk 1) mengetahui berapa yang sebaiknya dianggarkan untuk pencarian dana, 2) memotivasi staf dan pemanfaatan optimal relawan, dan 3) mengukur efektifitas pencarian dana.

Pandangan yang kedua adalah, evolutionary mode (model evolusi). Berdasarkan pandangan ini strategi tidak selalu merupakan suatu yang dipikirkan secara matang dan sistematis, strategi dapat berkembang dari waktu ke waktu sebagai pola dari arus keputusan yang bermakna.

Organisasi biasanya menjalankan beberapa strategi umum yang dapat mereka sambil dalam usahanya untuk mengurangi ketidakpastian lingkungan yang mereka hadapi. Mereka dapat menanggapinya dengan menerima dan mengubah tindakan mereka agar cocok dengan kemampuan organisasi.

Robbins secara umum membagi strategi ke dalam dua kategori, yaitu, strategi internal dan strategi eksternal[19];

I. 5. 2. 1 Strategi Internal

Dimana organisasi dapat menggapi lingkungan dengan menerima dan mengubah tindakan para penentu kebijakan organisasi agar cocok dengan lingkungan organisasinya. Strategi internal memiliki 6 elemen yaitu ;

  1. Domain Choice (Pilihan Domain)

Tindakan yang paling konprehensif yang dapat diambil oleh manajemen jika menghadapi lingkungan yang tidak menguntungkan adalah dengan berpindah ke domain yang memiliki ketidakpastian lingkungan yang lebih sedikit.

  1. Recruitment (Rekrutmen)

Rekrutmen dengan orang yang tepat dalam mengurangi pengaruh lingkungan terhadap organisasi. Praktek merekrut orang secara selektif untuk mengurangi ketidakpastian lingkungan secara lazim dilakukan.

  1. Environmental Scanning (Pengamatan Lingkungan)

Pengamatan lingkungan mensyaratkan penelitian yang cermat atas suatu lingkungan untuk mengidentifikasi tindakan para pesaing, pemerintah, serikat buruh, dan yang lainnya, yang dapat mempengaruhi operasi organisasi.

Pengamatan lingkungan memungkinkan manajemen mengetahui perubahan-perubahan terlebih dahulu dan membuat penyesuaian internal daripada bereaksi sesudah kejadian. Secara umum pengamatan lingkungan dilakukan oleh seorang boundary spanner. Boundary spanners adalah orang-orang yang bekerja pada batas organisasi, melakukan tugas-tugas organisasi yang relevan dan menghubungkan organisasi dengan elemen-elemen di luar organisasi tersebut. Boundary spanners sebenarnya berfungsi sebagai agen perubahan antara organisasi dan lingkungan. Contoh dari pekerjaan boundary spanning yang khas termasuk sales representative, peneliti pemasaran, agen pembelian, pelobi, spesialis, hubungan masyarakat, dan para spesialis rekrutmen.

  1. Buffering

Buffering mengurangi kemungkinan gangguan terhadap operasi organisasi dengan memastikan pemasokan dan tau penyerapan keluaran. Dengan melakukan buffering operasi intinya dari pengaruh lingkungan pda sisi masukan dan keluarannya, manajemen memungkinkan organisasi beroperasi seolah-olah merupakan sebuah sistem tertutup. Sebetulnya buffering dapat dilakukan dengan menggunakan sumber daya manusia, karena organisasi membutuhkan pegawai yang terlatih, maka ketakberdayaannya atau kekurangan dari keterampilan yang memadai dapat berarti hilangnya efesiensi yang produktif. Manajemen dapat menghadapi ketakpastian tersebut melalui rekrutmen dan pelatihan.

  1. Smoothing

Smoothing mencoba untuk mendatarkan dampak dari fluktuasi lingkungan. Biasanya sistem ini digunakan pada perusahaan telpon, toko pengecer, perusahaan penyewa kendaraan, majalah atau tim olahraga. Pada intinya smoothing dilakukan untuk mengelola lingkungan yang cendrung tidak pasti. Terkadang permintaan tinggi pada saat tertentu, namun rendah pada saat-saat lainnya.

  1. Rationing

Jika ketidakpastian itu diciptakan melalui permintaan yang berlebihan, manajemen dapat memikirkan untuk melakukan rationing produksi atau jasa-jasanya. Contoh tentang rationing dapat dilihat pada rumah sakit, college, kantor pos atau restoran. Rationing itu sendiri dapat diartikan sebagai pemilahan mana hal lebih baik dilakukan terlebih dahulu dan mana yang bisa ditunda. Melalui rationing, manajemen dapat memilih mana program yang diprioritaskan.

I. 5. 2. 2 Strategi Eksternal

Organisasi merubah lingkungan organisasi agar lebih cocok dengan kemampuan organisasinya. Strategi eksternal juga memiliki enam elemen, yaitu,

  1. Advertising (Periklanan)

Dalam perjalanannya, setiap organisasi pasti melakukan kegiatan periklanan agar masyarakat mengetahui keberadaannya. Periklanan itu bisa dilakukan dalam artian promosi barang seperti yang biasa kita lihat di berbagai media atau bisa juga publikasi program yang sedaang dijalankan. Karena itu strategi periklanan ini tak hanya dilakukan oleh organisasi laba namun juga dijalankan oleh organisasi sosial/nirlaba.

  1. Contracting

Contracting melindungi organisasi terhadap perubahan kuantitas atau harga baik pada sisi masukan maupun keluaran. Manajemen dapat menyetujui untuk membuat sebuah kontrak jangka panjang untuk membeli bahan dan pasokan atau menjual sebagian dari keluaran organisasi. Selain itu contracting dengan peusahaan lain juga dapat digunakan untuk mengalang sumber dana, hal ini berlaku khusus untuk organisasi sosial.

  1. Coopting

Coopting artinya menyerap individu atau organisasi dalam lingkungan yang mengancam stabilitas mereka, yakni melalui pengangkatan yang selektif ke jajaran direksi perusahaan.

  1. Coalescing

Pengertian coalescing adalah jika sebuah organisasi berkombinasi dengan satu atau lebih organisasi lain dengan tujuan melakukan kegiatan bersama. Penggabungan usaha tidak harus berhenti menggabungkan para stakeholders, namun juga bisa dalam artian menjalin kerjasama dalam menjalankan suatu cara. Usaha bersama adalah cara yang sah bagi organisasi untuk mengelola lingkungan mereka.

  1. Lobbying

Lobbying pada dasarnya adalah menggunakan pengaruh untuk mencapai hasil yang menguntungkan, banyak dipraktekkan oleh organisasi-organisasi untuk mengelola lingkungan mereka.

  1. Geographic Dispersion

Ketidakpastian lingkungan kadang-kadang memiliki wujud yang berbeda, tergantung pada lokasi tertentu. Untuk mengurangi ketidakpastian yang disebabkan oleh faktor lokasi, organisasi dapat berpindah ke suatu masyarakat lain atau mengurangi resiko dengan beroperasi di berbagai lokasi.

Dengan melakukan penganalisisan terhadap sumber-sumber ketidakpastian lingkungan, maka suatu organisasi dapat kemudian menentukan strategi apa yang cocok atau sesuai untuk mengatasi ketidakpastian tersebut. Dalam hal ini BMM akan menjalankan strategi-strategi yang ada untuk menghadapi pemahaman masyarakat yang berbeda tentang kewajiban berzakat agar penghimpunan dana yang mereka lakukan dapat optimal.

Organisasi-organisasi laba mendapatkan dananya terutama melalui pengeluaran saham dan obligasi. Mereka menutup biaya dari dana pinjaman ini dengan memasang harga atas barang dan jasa mereka di atas biayanya. Sedangkan organisasi nirlaba, dengan ketiadaan pemilik dan pemasangan harga yang berorientasi laba, bergantung pada sumber-sumber dana lain untuk menopang kegiatannya[20]. Organisasi pemerintah mendapatkan dana mereka terutama dari departemen keuangan melalui mekanisme perpajakan. Organisasi nirlaba swasta bergantung terutama pada sumbangan-sumbangan dari para dermawan. Oleh karena itu strategi pencarian dana, merupakan komponen penting dari semua organisasi nirlaba.

Kotler mengemukakan tiga pendekatan dalam penetapan strategi penggalangan dana[21], yaitu ;

  1. pendekatan Inkramental, organisasi melihat pendapatan tahun lalu, manaikkannya untuk menutup inflasi, dan lalu memodifikasi naik atau turun tergantung iklim ekonomi yang diperkirakan timbul.
  2. Pendekatan Kebutuhan, organisasi meramalkan kebutuhan finansialnya dan mencanangkan sasaran berdasarkan kebutuhannya
  1. Pendekatan Peluang, organisasi membuat perkiraan segar atas jumlah uang yang dapat diharapkan dari masing-masing kelompok donor dengan berbagai tingkat pengeluaran pencairan dana. Sasaran yang dicanangkan adalah maksimalisasi net surplus.

Norton berpendapat bahwa strategi menggalang dana merupakan tulang punggung kegiatan menggalang dana yang akan dilakukan. Organisasi perlu memberikan perhatian penuh sejak awal pada setiap langkah yang akan diambil untuk menggalang dana agar segalanya berjalan lancar. Berikut ini ada tiga strategi penggalangan dana yang saling melengkapi dari berbagai organisasi nirlaba dan penggalangan dana yaitu[22];

  1. Kampanye Media

ada beberapa jenis kampanye media yaitu, pertama, media cetak (print media)terdiri dari media surat (direct mail), koran dan majalah. Kedua, media elektronik (broadcast media), yaitu, radio dan televisi; telpon genggam dan internet.

  1. Kegiatan Khusus (Special Event)

Penggalangan dana melalui kegiatan khusus merupakan berbagai macam kegiatan sosial yang meningkatkan reputasi organisasi dengan memberikan perhatian kepedulian, kepentingan, atau peringatan hari istimewa dengan acara tersebut organisasi mendapatkan dana dari sponsor. Secara umum terdapat tiga tujuan dari strategi kegiatan khusus ini; pertama, untuk mempublikasikan organisasi, kedua, untuk mengembangkan ke depan (visibility), ketiga, untuk mendapatkan dana tambahan.

  1. Kerjasama dengan Perusahaan (Corporate Donors)

Terdapat dua jenis proposal dalam penggalangan dana ke perusahaan, yaitu, 1) proposal untuk donasi, untuk mendapatan dana sosial perusahaan (charity fund), dan 2) proposal untuk sponsorship brkaitan dengan kegiatan marketing perusahaan untuk mempromosikan dan mempublikasikan produknya. Dalam konteks ini ada komitmen yang dibuat antara organisasi nirlaba dengan perusahaan.

Selain strategi penggalangan dana diatas, secara khusus Sudewo, pakar zakat Indonesia juga mengajukan lima strategi penggalangan dana untuk organisasi pengelola zakat, yaitu[23],

1)      kampanye, dalam proses kampanye ini yang harus disiapkan adalah ketahanan dari lembaga itu sendiri, karena membangkitkan kesadaran merupakan proses yang tidak serta merta salam jangka pendek tidak membuahkan hasil. Menurut Sudewo, dalam kampanye sosialisasi zakat ini harus memperhatikan beberapa hal yakni, konsep komunikasi; materi kampanye; bahasa kampanye; media kampanye.

2)      seminar dan diskusi, dalam rangka sosialisasi zakat dan juga dapat melakukan penggalangan dana.

3)      kerja sama program, galang dana juga dapat menawarkan program untuk dikerjasamakan dengan lembaga atau perusahaan lain.

4)      pemanfaatan rekening bank, pembukaan rekening bank memang dimaksudkan untuk mempermudah para  donatur menyalurkan dananya.

5)      layanan donatur, layanan donatur merupakan costumer care atau dalam perusahaan dinamakan costumer service. Fungsi dan tugas utama layanan donatur adalah mengatasi persoalan yang muncul. Ada variasi tugas dalam layan donatur yaitu,

  1. data donatur,data donatur harus didokumentasikan,
  2. keluhan, layan donatur harus cermat dalam mendata keluhan dari donatur, keluhan ini harus disusun, dikompilasi, dan dianalisa,
  3. follow up keluhan, mengatakan akan ditangani oleh yang berwenang sebagai jawaban atas keluhan merupakan jawaban yang professional,namun bila hanya sekedar jawaban tanpa follow up ini merupakan kebohongan publik.

Strategi penggalangan dana mencanangkan parameter keseluruhan untuk usaha pencarian dana, yang harus dilengkapi petugas pengembangan dengan tindakan spesifik. Tugas organisasi adalah mengirimkan pesan pada donor potensial melalui saluran pesan yang paling efektif dan memungkinkan donor untuk mengirim dana bantuannya melalui saluran-saluran pengumpulan yang paling efesien. Gambar I. 1 menjelaskan tentang saluran komunikasi untuk penggalangan dana.

Suatu organisasi dapat berhubungan dengan berbagai sumber untuk dukungan finansialnya. Empat pasar utama donor adalah; individu, yayasan, perusahaan dan pemerintah[24]. Organisasi nirlaba kecil seringkali mengumpulkan dana dari satu sumber untuk menutup kebutuhan finansial mereka. Organisasi yang lebih besar cendrung mengumpulkan semua sumber dan bahkan menunjuk eksekutif yang bertanggung jawab atas setiap pasar.

Norton menguraikan sumber dana dapat berasal dari[25];

  1. Dana Perorangan

donor ada bermacam-macam, semuanya berpotensi mendukung kegiatan. Setiap donor punya ciri-ciri sendiri, motivasi sendiri, cara sendiri, memberi sumbangan, dan jalur sendiriyang harus ditempuh orang yang ingin menghubunginya.

Ada beberapa lasan seseorang memberikan dannya yaitu, karena kepedulian, kewajiban, rasa bersalah, manfaat untuk diri sendiri, pengalaman pribadi, karena diminta, tekanan lingkungan dan pajak.

  1. Hibah dari Pemerintah

Bantuan dana dari pemerintah mencakup

¨       Bantuan dana tingkat nasional dari pemerintah pusat

¨       Bantuan dana tingkat regional atau lokal dari pemerintah daerah setempat

¨       Bentuk hibah uang, uang jasa pelayanan, dan dalam bentuk barang.

  1. Bantuan Internasional

Bantuan internasional terdiri dari beberapa kategori.

¨       Dana bantuan dari lembaga internasional untuk pembangunan

¨       Dana bantuan dari program bantuan pemerintah asing

¨       Dana bantuan dari LSM asing

  1. Yayasan

Yayasan adalah badan pemberi hibah independen yang mendapat penghasilan dari dana abadi atau penggalangan dana yang dilakukan terus menerus. Yayasan dapat dibagi dua, yaitu yayasan lokal atau nasional, dan yayasan internasional.

  1. Perusahaan

Ada beberapa lasan perusahaan memberikan bantuan yaitu, 1) citra baik; 2) karena diminta bantuan, 3) karena direktur atau pemimpin berminat pada kegiatan LSM, 4) pengurangan pajak.

Namun pada Organisasi Pengelola Zakat ini, sumber finansialnya pada umumnya adalah individu atau dana perorangan, karena zakat sifatnya merupakan kewajiban masing-masing individu. Namun selain itu ada juga yang berasal dari perusahaan yaitu sebagai zakat perusahaan.

Efektiftas organisasi dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan atau sasarannya. Efektifitas sesungguhnya merupakan suatu konsep yang luas, mencakup berbagai faktor di dalam maupun diluar organisasi. Efektifitas smerupakan konsep yang sangat penting dalam teori organisasi, karena mampu memberikan gambaran mengenai keberhasilan organisasi dalam mencapai sasarannya.

Terdapat beberapa model pendekatan pengukuran efektifitas organisasi yaitu, pendekatan sasaran (goal approach) dalam pengukuran efektifitas memusatkan perhatian terhadap aspek output, yaitu, dengan mengukur keberhasilan organisasi dalam mencapai tingkatan output yang direncanakan. Pendekatan sumber (System Resource Approach) mencoba mengukur efektifitas dari sisi input, yaitu, dengan mengukur keberhasilan organisasi dalam mendapatkan sumber-sumber yang dibutuhkan untuk mencapai performasi yang baik. Pendekatan Proses (Process Approach) melihat kegiatan internal organisasi dan mengukur efektifitas melalui berbagai indikator internal, seperti efesiensi atau iklim organisasi.

Setiap organisasi pencari dana harus terus memperbaiki efektifitas strateginya melalui evaluasi hasil-hasil yang paling akhir, terutama menghadapi lingkungan yang semakin berat dan dana yang semakin langka.

I. 5. 3 Hukum Zakat

I. 5. 3. 1 Hubungan Zakat dan Pemerintah

Zakat, merupakan kewajiban yang bersifat pasti, telah ditetapkan sebagai “suatu kewajiban dari Allah”. Hadits menegaskan  agar disiapkan orang-orang yang ditugaskan mengumpulkan dan mengalokasikan zakat itu serta menegaskan bahwa zakat harus dipungut, tidak diserahkan kepada keinginan orang-orang yang berzakat tersebut.

Kemudian pelaksanaan zakat ini harus diawasi oleh penguasa; dilakukan oleh petugas yang rapi dan teratur, dipungut dari orang yang wajib mengeluarkan untuk diberikan kepada orang yang berhak menerima. Allah telah menyebutkan orang-orang yang bertugas dalam urusan zakat ini, baik pengumpul maupun pembagi zakat. Mereka harus diberi bagian dari harta zakat, agar tanggung jawab dan kewajibannya dapat dikerjakan dengan sebaik-baiknya.

Islam meliputi akidah dan sistem, akhlak dan undang-undang Quran dan kekuasaan. Dalam pandangan Islam, manusia seperti sekeping mata uang yang tak terpisah, sisi yang satu untuk agamanya, dan sisi yang lain untuk dunianya. Sesungguhnya kehidupan dan segala aspeknya, manusia serta seluruh alam semesta ini hanyalah milik Allah. Islam telah datang membawa risalah yang mencakup dan memberi petunjuk. Selain satu tujuannya adalah membebaskan pribadi manusia dan memuliakannya, mengangkat derajat masyarakat dan membahagiakannya , mengarahkan masyarakat dan pemerintahan atas hak dan kebajikan.

Sehubungan dengan hal ini, datanglah aturan zakat. Hal ini tidak dijadikan sebagai urusan pribadi, akan tetapi merupakan tugas pemerintahan Islam. Islam mewakilkan penugasan menarik zakat, membagikannya pada yang berhak. Hal itu dilakukan, oleh karena berbagai faktor.

Pertama, sesungguhnya kebanyakan manusia telah mati hatinya atau terkena penyakit dan kelemahan. Untuk itu ada jaminan bagi si fakir dan haknya tidak diabaikan begitu saja.

Kedua, orang fakir meminta kepada pemerintah, bukan dari pribadi orang kaya, untuk memelihara kehormatan dan harga diri karena dia meminta-minta, serta menjaga perasaannya dan tidak menyinggungnya dengan kata-kata yang menyakitkan.

Ketiga, denga tidak memberikan urusan ini pada pribadi berarti menjadikan urusan pembagian zakat menjadi rata. Sebab terkadang banyak orang kaya yang memberikan zakat pada seorang fakir saja, sementara fakir yang lain terlupakan.

Keempat, sesungguhnya zakat itu bukan hanya diberikan pada pribadi fakir, miskin dan ibnu sabil saja, akan tetapi ada diantara sasarannya yang berhubungan dengan kemaslahatan kaum muslimin, yang tidak bisa dilakukan oleh perorangan akan tetapi oleh penguasa dan lembaga musyawarah, seperti memberi zakat pada golongan muallaf, mempersiapkan perlengkapan dan orang-orang untuk jihad fi sabilillah serta mempersiapkan para da’i untuk menyampaikan risalah Islam.

Kelima, sesungguhnya Islam adalah agama dan pemerintahan Quran dan kekuasaan. Untuk tegaknya kekuasaan dan pemerintahan ini dibutuhkan harta, yang dengan itu pula dilaksanakan syariatnya. Terhadap harta ini dibutuhkan adanya penghasilan. Dan zakat penghasilan yang penting dan tetap untuk kas negara dalam ajaran Islam.

I. 5. 3. 2 Baitul-maal Zakat

Dasar dari aturan Islam bahwa zakat itu mempunyai aturan khusus, dan penghasilan tertentu, dikeluarkan pada sasaran tertentu dan terbatas, yaitu sasaran kemanusiaan dan sasaran keislaman saja, dan tidak disatukan pada aturan pemerintahan yang bersifat umum dan besar yang meluas di berbagai macam program yang dikeluarkan untuk berbagai macam sasaran.

Ayat tentang sasaran zakat dalam surat At-Taubah, telah memberikan petunjuk dasar ini, pada waktu ia menetapkan bahwa petugas zakat berhak mengambil bagian dari zakat tersebut. Maksud ini adalah, bahwa zakat mempunyai aturan tersendiri, dikeluarkan dari pos-pos tertentu. Hal itu sesuai dengan apa yang dipahami kaum muslimin sejak dahulu. Mereka telah menjadikan baitumaal tersendiri untuk zakat, karena mereka telah membagi baitulmaal itu menjadi empat bagian,

  1. baitulmaal khusus untuk sedekah. Didalamnya misalnyaterdapat zakat hewan ternak yang dilepaskan, sepersepuluh zakat tanaman, dan apa yang diambil oleh petugas dari pedagang kaum muslimin yang melewatinya.
  2. baitulmaal khusus untuk menyimpan pajak dan upeti.
  3. baitulmaal khusus untuk ghanimahdan rikaz (berdasarkan atas pendapat orang yang menyatakan, bahwa rikaz tidak termasuk zakat)
  4. baitulmaal khusus untuk harta yang tidak diketahui warisnya atau ada ahli waris akan tetapi tidak bisa dikembalikan, seperti salah seorang suami atau istri, yang dibunuh mempunyai keluarga dan barang temuan yang tidak diketahui pemiliknya.

Para ulama telah membagi harta yang wajib dikeluarkan zakat atas harta lahir dan harta batin. Harta lahir adalah harta yang dimungkinkan mengetahui dan menghitungnya oleh orang yang bukan pemiliknya, yaitu meliputi penghasilan pertanian seperti biji-bijian dan buah-buahan, dan kekayaan hewan ternak, seperti unta, sapi dan kambing. Harta batin adalah berupa uang dan yang sejenisnya serta harta perdagangan. Para ulama berbeda pendapat tentang zakat fitrah, sebagian ada yang memasukkan ke dalam harta lahir dan sebagian lagi ke dalam harta batin. Adapun bagian yang pertama, yaitu harta lahir, para ulama telah bersepakat, bahwa tugas pengumpulan dan pembagian pada mustahik, diserahkan pada penguasa kaum muslimim, bukan urusan pribadi. Dan urusannya tidak diserahkan pada tanggungan, kesadaran dan usaha masing-masing pribadi.

I. 5. 3. 3 Amil zakat

Amil zakat adalah, mereka yang melaksanakan segala kegiatan urusan zakat, mulai dari pengumpul sampai kepada bendahara, dan para penjaganya, juga mulai dari pencatat sampai kepada penghitung yang mencatat keluar masuk zakat, dan membagi kepada para mustahiknya. Allah menyediakan bagian bagi mereka dari harta zakat.

Perhatian Al-Quran terhadap kelompok ini dan dimasukkannya dalam  kelompok mustahik (yang berhak menerima zakat) yang delapan, yang berada setelah fakir dan  miskin sebagai sasaran zakat pertama dan utama. Semua ini menunjukkan bahwa zakat dalam Islam bukanlah suatu tugas yang hanya diberikan kepada seseorang. Tetapi juga merupakan tugas negara. Negara wajib mengatur dan mengangkat orang-orang yang bekerja dalam urusan zakat yang terdiri dari pengumpul, penyimpan, penulis, penghitung dan sebagainya. Zakat mempunyai anggaran khusus yang dikeluarkan daripadanya gaji para pelaksananya.

Para amil zakat mempunyai berbagai macam tugas dan pekerjaan. Semua berhubungan dengan pengaturan soal zakat. Yaitu soal sensus terhadap orang-orang yang wajib zakat dan macam zakat yang diwajibkan padanya. Juga besar harta yang wajib dizakati, kemudian mengetahui para mustahik zakat. Berapa jumlah mereka, berapa kebutuhan mereka serta besar biaya yang dapat mencukupi dan hal-hal lain yang merupakan urusan yang perlu ditangani secara sempurna oleh para ahli dan petugas serta para pembantunya.

Di zaman sekarang sarana zakat dapat dibagi kepada dua urusan pokok yaitu, urusan pengumpul zakat, dan urusan pembagi zakat.

Para petugas pengumpul zakat melaksanakan pekerjaan pengumpulan zakat. Tugas mereka menyerupai tugas para penagih pajak pada zaman sekarang. Di antara tugas itu, ialah ia melakukan sensus terhadap orang-orang wajib zakat, macam harta yang mereka miliki, dan besar harta yang wajib dizakati. Kemudian menagihnya dari para wajib zakat. Lalu menyimpan dan menjaganya, untuk kemudian diserahkan kepada pengurus pembagi zakat. Di setiap tempat dan daerah perlu adanya cabang urusan pengambil zakat.

Petugas pembagi zakat, urusannya lebih dekat dengan apa yang dilakukan departemen sosial di zaman sekarang. Urusan ini bertugas memilih cara yang paling baik untuk mengetahui para mustahik zakat, kemudian melaksanakan klasifikasi terhadap mereka dan menyatakan hak-hak mereka. Juga menghitung jumlah kebutuhan mereka dan jumlah biaya yang cukup untuk mereka. Akhirnya meletakkan dasar-dasar yang sehat dalam pembagian zakat tersebut, sesuai dengan jumlah dan kondisi sosialnya.

Syarat-syarat amil zakat

Seseorang amil zakat hendaknya memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

  1. muslim, karena zakat itu urusan kaum muslimin, maka Islam menjadi syarat bagi segala urusan mereka.
  2. mukallaf, yaitu seorang dewasa yang sehat akal dan pikirannya.
  3. jujur, karena dia diamanati harta kaum muslimin. Petugas zakat tidak bisa dari orang fasik tidak dapat dipercaya, misalnya ia akan berbuat dzalim kepada pemilik harta, atau ia akan sewenang-wenang terhadap hak fakir miskin.
  4. memahami hukum-hukum zakat. Para ulama mensyaratkan petugas zakat itu paham terhadap hukum zakat, apabila ia diserahi urusan umum. Apabila pekerjaannya menyangkut bagian tertentu mengenai urusan pelaksanaan, maka tidak disyaratkan memiliki pengetahuan tentang zakat kecuali sekedar yang menyangkut tugasnya.
  5. kemampuan untuk melaksanakan tugas. Petugas zakat hendaklah memenuhi syarat untuk dapat melaksanakan tugasnya, dan sanggup memikul tugas tersebut.
  6. amil zakat disyaratkan laki-laki. Sebagian ulama berpendapat amil haruslah dari laki-laki karena pekerjaan ini menyangkut sedekah, tapi sesungguhnya dalam masalah persyaratan amil zakat tidak ada dalil khusus yang melarang wanita bekerja sebagai amil zakat. Tapi wanita boleh bekerja sebagai amil dalam batas-batasan tertentu.
  7. sebagian ulama mensyaratkan amil itu orang merdeka bukan seorang hamba atau budak.

Berikut adalah hal-hal tentang amil zakat yang disampaikan dalam Simposium Yayasan Zakat Internasional IV Tentang Zakat Kontemporer;

a)      Amil zakat adalah mereka yang membantu pemerintah di Negara-negara Islam atau yang mendapat izin atau yang dipilih oleh yayasan yang diakui oleh pihak Pemerintah atau masyarakat Islam untuk mengumpulkan dan menyalurkan zakat serta urusan lain yang berhubungan dengan itu, seperti penyadaran kepada masyarakat tentang hukum membayar zakat, mencari mustahik, mengumpulkan, mentransformasikan, menggudangkan, menyimpan, menginvestasikan zakat.

Yayasan-yayasan dan panitia-panitia zakat yang dibentuk pada akhir-akhir ini adalah bagian Instansi Zakat yang disebut dalam tata Hukum Islam. Oleh sebab itu, maka petugas zakat harus benar-benar memenuhi ketentuan.

b)      Tugas-tugas yang dipercayakan kepada petugas zakat ada yang bersifat pemberian kuasa (karena berhubungan dengan tugas pokok dan kepemimpinan).

Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang petugas zakat adalah: Islam, laki-laki, jujur, mengetahui hukum zakat, sebagaimana kriteria fiqh. Tanggung jawab lain dari petugas zakat yang bersifat pendukung dapat dipercayakan kepada orang-orang yang tidak memenuhi kriteria di atas.

c)      Para petugas zakat berhak mendapat bagian dari zakat dari kuota Amil yang diberikan oleh pihak yang mengangkat mereka dengan catatan bagian tersebut tidak melebihi dari upah sekadarnya dan bahwa kuota tersebut tidak melebihi dari seperdelapan (1/8) zakat (12,5 %).

Perlu diperhatikan, tidak diperkenankan mengangkat pegawai lebih dari keperluan. Sebaiknya gaji para petugas ditetapkan dan diambil dari anggaran Pemerintah, sehingga uang zakat dapat disalurkan kepada mustahik lain.

Seorang petugas zakat tidak diperkenankan menerima sogokan, hadiah, atau hibah baik dalam bentuk uang ataupun barang.

d)     Melengkapi gedung dan administrasi Yayasan Zakat dengan sarana yang diperlukan. Bila sarana ini tidak dapat terpenuhi dari anggaran belanja negara atau dari dermawan, maka dapat diambil dari kuota Amil sekedarnya dengan suatu catatan bahwa sarana tersebut harus berhubungan erat dengan pengumpulan, penyimpanan dan penyaluran zakat atau berhubungan dengan peningkatan jumlah zakat.

e)      Instansi yang mengangkat dan membentuk yayasan zakat ini, diharuskan mengadakan inspeksi dan menindak lanjuti kegiataan Yayasan Zakat, sesuai dengan cara Nabi SAW. Dalam mengaudit zakat.

Seorang petugas zakat harus jujur dan bertanggung jawab terhadap uang yang ada di tangannya dan bertanggung jawab mengganti kerusakan yang terjadi akibat kecerobohan dan kurang perhatiannya.

Para petugas zakat harus mempunyai etika keislaman secara umum, seperti penyantun dan ramah kepada para wajib zakat dan selalu mendo’akan mereka begitu juga terhadap para mustahik, dapat menjelaskan permasalahan zakat dan urgensinya dalam masyarakat Islam, menyalurkan zakat sesegera mungkin.

I. 5. 3. 4 Siapa yang mengurus masalah zakat di zaman sekarang.

Masalah ini disodorkan oleh guru besar Abdul Wahab Khallaf dan Abdur Rahman Hasan dan Muhammad Abu Zahrah yaitu ketika terjadi diskusi tentang zakat di Damaskus tahun 1952, yang diselenggarakan oleh Jami’ah Arabiah. Mereka berkata : “sekarang sudah tentu bahwa yang mengumpulkan zakat dari semua harta, baik harta lahir maupun harta batin adalah penguasa, karena dua sebab.”

Pertama, sesungguhnya banyak orang telah meninggalkan kewajiban zakat atas semua hartanya, baik yang lahir maupun yang batin. Mereka tidak melaksanakan hak perwakilan yang diberikan kepada mereka oleh Usman bib Affan dan penguasa sesudahnya. Sedangkan para ulama telah menetapkan bahwa penguasa apabila mengetahui penduduknya tidak membayar zakat, hendaklah mereka mengambilnya dengan cara paksa.

Kedua, secara keseluruhan semua harta itu kurang lebih adalah harta lahir. Harta perdagangan yang bergerak, dihitung setiap tahunnya berdasarkan perputaran, dan bagi setiap pedagang, besar maupun kecil, hendaklah mencatatkan harta perdagangannya itu, sehingga mudah dihitung jumlah hartanya, diketahui untung dan ruginya, diketahui pula cara-cara untuk mengetahui keuntungannya, sehingga bisa diperkirakan pajak negaranya, diketahui pula modal pokoknya, dan diketahui kewajiban zakat yang merupakan hak Allah, hak peminta-minta dan hak orang miskin yang tidak meminta-minta.

Daftar Pustaka

Abidin, Hamid. Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS Menuju Efektivitas Pemanfaatan Zakat Infak Sedekah. Jakarta : PIRAMEDIA. 2004

Abidin, Hamid & Saidi, Zaim. Menjadi Bangsa Pemurah: Wacana dan Praktek Kedermawanan Sosial di Indonesia. Jakarta : PIRAMEDIA. 2004

Ali, Mohamad Daud. Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Waqaf. Jakarta: UI Press.1988

Asy’arie, Musa. Menggagas Revolusi Kebudayaan Tanpa Kekerasan. Yogyakarta: LESFI,2002

Esposito, John  L.  Ancaman Islam: Mitos atau Realitas? Bandung : Penerbit Mizan. 1994

Etzioni, Amitai. Organisasi-Organisasi Modern. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia. 1982

Hall, Richard H, Organizations : Structures, Processes and Outcomes. New Jersey : Prentice Hall. 1999

Kotler, Philip & Andreasen, Alan R. Strategi Pemasaran untuk Organisasi Nirlaba, Edisi Ketiga. Gadjah Mada University Press. 1995

Koentjaraningrat.  Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : Gramedia. 1981

Kurniawati. Kedermawanan Kaum Muslimin,. Jakarta : PIRAMEDIA,. 2004

Lawang, Robert M.Z. Kapital Sosial : dalam Perspektif Sosiologik Suatu Pengantar Jakarta : FISIP UI Press. 2004

Liliweri, Alo, DR. Sosiologi Organisasi. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. 1997

Norton, M. Menggalang Dana : Penuntun bagi Lembaga Swadaya Masyarakat dan Organisasi Sukarela di negara-negara Selatan, Ed.1. Jakarta: Yayasan obor Indonesia, 2002

Paramita, Budhi. Struktur Organisasi Indonesia. Jakarta : LPFE-UI.  1985

Robbins, Stephen P. Teori Organisasi: Struktur Desain, dan Aplikasi, alih bahasa, Jusuf Udaya. Jakarta: Arcan, 1994

Saidi, Zaim dkk. Pola dan Strategi Penggalangan Dana Sosial di Indonesia. Jakarta: Piramedia dengan dukungan Ford Foundation. 2003

Steers, Richard M. Efektivitas Organisasi. Jakarta : Penerbit Erlangga. 1980

Sudewo, Eri. Manajemen Zakat : Tinggalkan 15 tradisi, Terapkan 4 Prinsip Dasar. Ciputat: Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah atas dukungan Ford Foundation dan Teraju Mizan, 2003

Suparlan, Parsudi. Kemiskinan di Perkotaan.  Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. 1984

Suparlan, Parsudi. Metode Penelitian Kualitatif. Kumpulan Makalah. Tidak diterbitkan. Jakarta: Program Kajian wilayah Amerika Program Pascasarjana UI, 1994

Tulus.  Berderma untuk Semua: Kebijakan Pemerintah dalam Pengelolaan Zakat dan Waqaf. Jakarta: Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah, 2003

Qardlawi, Yusuf. Hukum Zakat. Jakarta : PT. Pustaka Litera AntarNUsa. 2004

Skripsi

MM, Budiman. “Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Melalui Zakat Produktif, Studi Kasus Baitulmaal Muamalat.” Skripsi Sarjana Fakultas Ilmu Sosial ilmu Politik Universitas Indonesia, Depok, 2004.

Baihaqi, Umar. ”Penerapan Jejaring Multi Koridor sebagai Strategi Pengelolaan Zakat Dompet Dhuafa Republika, Skripsi Sarjana Fakultas Ilmu Sosial ilmu Politik Universitas Indonesia, Depok, 2005

Situs Internet

“UU Zakat Jalan di Tempat”, http://www.republika.co.id

“Peran Zakat Dalam Perekonomian Modern,” http://www.ilo.org, Senin, 20 Juni 2005

Romi Febriyanto Saputro,Urgensi Zakat di Era Otonomi Daerah,”

http://www.penulislepas.com/

Merza Gamal, “Memahami Zakat sebagai Sarana Distribusi Kesejahteraan,” http://www.mail-archive.com/

http://www.ilo.org

http://www.republika.co.id

http://www.pkpu.or.id

Sumber Lain

Blue Print Baitulmaalmuamalat

Company Profil Baitulmaal Muamalat

Annual Report Baitulmaal Muamalat Tahun 2003,2004,2005


[1] Dr. Parsudi Suparlan, Kemiskinan di Perkotaan, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1984), hal.11

[2] http://www.ilo.org

[3] Musa Asy’arie,Menggagas Revolusi Kebudayaan Tanpa Kekerasan,(Yogyakarta:LESFI,2002) hal.41

[4] http://www.republika.co.id

[5] Kurniawati, Kedermawanan Kaum Muslimin, (PIRAMEDIA, 2004), hal. 17

[6] http://www.republika.co.id

[7] Tulus, Berderma untuk Semua: Kebijakan Pemerintah dalam Pengelolaan Zakat dan Waqaf, (Jakarta: Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah, 2003), hal 253

[8] kurniawati, Op.Cit., hal. 27

[9] Kurniawati, Op.Cit., hal. 8

[10] http://www.republika.co.id

[11] Amitai Etzioni, Organisasi-Organisasi Modern, (Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia, 1982) hal. 1

[12] DR. Alo Liliweri, Sosiologi Organisasi, (Bandung:PT. Citra Aditya Bakti, 1997) hal. 24

[13] Richard H. Hall, Organizations : Structures, Processes and Outcomes, (New Jersey : Prentice Hall, 1999) hal. 28

[14] Stephen P. Robbins, Teori Organisasi: Struktur Desain, dan Aplikasi, alih bahasa, Jusuf Udaya (Jakarta: Arcan,1994) hal. 4

[15] DR. Alo Liliweri, Op-Cit., hal. 24

[16] Richard M.Steers, Efektivitas Organisasi, (Jakarta : Penerbit Erlangga, 1980) hal. 151

[17] Stephen P. Robbins, Op-Cit., hal. 134

[18] Stephen P. Robbins, Op-Cit., hal. 135

[19] Stephen P. Robbins, Ibid., hal. 396

[20] Philip Kotler, Alan R. Andreasen, Strategi Pemasaran untukOrganisasi Nirlaba, Edisi Ketiga, (Gadjah Mada University Press, 1995) hal. 406

[21] Philip Kotler, Alan R. Andreasen, Op.Cit., hal 427

[22] M. Norton, Menggalang Dana : Penuntun bagi Lembaga Swadaya Masyarakat dan Organisasi Sukarela di negara-negara Selatan, Ed.1, (Jakarta; Yayasan obor Indonesia, 2002), hal. 51

[23] Eri Sudewo, Manajemen Zakat : Tinggalkan 15 tradisi, Terapkan 4 Prinsip Dasar, (Ciputat; Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah atas dukungan Ford Foundation dan Teraju Mizan, 2003), hal..198

[24] Philip Kotler, Alan R. Andreasen, Ibid., hal. 410

[25] M. Norton, Op.Cit., hal. 86


Leave a comment

Categories